dakwatuna.com Banyak sekali orang saat ini menjadi
mangsa empuk pemikiran menyimpang dan perilaku hina. Mereka mengikuti
pemikiran dan perilaku buruk tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu,
pemikiran dan perilaku itu menjadi sifat yang melekat, atau bahkan
menjadi ciri khas dirinya dan kebiasaan -yang menurutnya- tidak mungkin
lagi ditinggalkan.
Sehingga semakin lama, dia semakin bergelimang maksiat. Lalu ketika
tiba suatu masa dirinya tersadar dan tergerak untuk meninggalkan
kebiasaan buruknya itu, jiwanya memberontak karena ada kecanduan dan
ketergantungan pada kebiasaan buruk tersebut. Akan ada perasaan bahwa
taubat dan meninggalkan perilaku buruk adalah hal yang sangat sulit
dilakukan. Akhirnya iapun tidak mau mengusahakannya.
Peristiwa hijrah yang dilakukan para sahabat ra. pada dasarnya adalah
meninggalkan sebagian besar kebiasaan mereka; baik itu makanan dan
minuman, atau bahkan tanah air dan segala yang dicintainya. Namun dengan
bekal iman yang dalam dan keinginan yang kuat mereka berhasil
mengalahkan hawa nafsunya dan memerdekakan dirinya dari gelimangan
kemaksiatan dan penyimpangan.
Sekembalinya dari Habasyah (Ethiopia), Abu Salamah ra. rela
meninggalkan istrinya, Ummu Salamah ra. dan bayinya di Makkah untuk
bergegas menuju Madinah demi menyelamatkan agama dan akidahnya. Ia rela
meninggalkan pasangan hidupnya dan buah hatinya yang masih kecil; karena
ia merasa bahwa agama lebih berharga dari keduanya, dan akidah adalah
hal utama yang harus tetap dipertahankan meskipun mengorbankan sesuatu
yang sangat berharga dalam hidup ini. Ummu Salamah sebagai seorang istri
tetap sabar dan tabah menghadapi kejahatan keluarganya yang
menjauhkannya dari anak dan suami. Dia tetap teguh mempertahankan iman
hingga akhirnya dipertemukan dengan suami dan anaknya.
Mush’ab bin ‘Umari ra. rela meninggalkan gelimang harta dan hidup
miwah untuk hidup dan tinggal di Yatsrib. Dia berasal dari keluarga
bangsawan yang terkenal dengan kemewahan dan gelimangan harta. Dia biasa
mengenakan pakaian yang tidak sembarangan, makan makanan yang istimewa,
dan memakai wewangian yang diimpor dari semenanjung selatan. Namun,
setelah dakwah Islam sampai kepadanya, imanan dan takwa tertanam di
lubuk hatinya, dan iapun mereguk manisnya iman. Saat itulah ia merasa
jemu untuk tetap pada kehidupan lamanya.
Ketika ia sudah merasahkan manisnya iman, dan ingin selalu berada
dekat dengan Rasulullah saw., iapun rela meninggalkan ibundanya tercinta
dan kehidupan yang nyaman. Ia bergegas bangkit untuk menyusul rombongan
kaum Muhajirin menuju Madinah. Hijrah yang dilakukannya ini adalah buah
dari meninggalkan kenikmatan semu menuju kenikmatan abadi. Iapun
terbebas dari kekangan hawa nafsu dan menjadikan keimanan terpancang
teguh dalam hatinya.
Hingga akhirnya tibalah hari Perang Uhud, ia menjumpai apa yang
selama ini diimpikannya; mendapatkan kesyahidan di jalan Allah swt. Ia
gugur dengan tidak meninggalkan apapun; meskipun hanya selembar kain
kafan untuk membungkus jasadnya. Kemudian para sahabat mendatangi
Rasulullah saw. untuk memberitahukan kondisi sahabat mulia ini. Mereka
pun tidak mendapati kain untuk menutupi jasadnya sehingga Rasulullah
saw. memerintahkan untuk menggunakan daun pandan untuk menutupi sisa
jasadnya yang terbuka.
Masih banyak lagi contoh sahabat yang rela mengorbankan harta dan
tanah airnya demi menyelamatkan agamanya. Mereka merupakan contoh nyata
bagi orang-orang yang berazam ingin meninggalkan perkataan, perbuatan
dan sikap yang diharamkan. Atau bahkan kebiasaan dan kegemaran yang
sudah melekat dalam dirinya.
Inilah yang dapat kita pelajari dari momentum hijrah; belajar
bagaimana kita memerdekakan diri dari segala ketergantungan; belajar
bagaimana kita mengalahkan segala hambatan dan penghalang; belajar
bagaimana kita rela mengorbankan jiwa, harta, kehormatan, kemewahan,
kekasih dan tanah kelahiran; belajar bagaimana kita bisa melepaskan diri
dari jeratan kebiasaan buruk kita.
Marilah momen tahun baru hijriyah ini kita gunakan sebagai titik
tolak untuk bergerak dan berhijrah dari segala sesuatu yang diharamkan
dan tidak diridhai Allah swt. Marilah kita berhijrah seperti para
shahabat berhijrah, mereka merubah kebiasaan lama dan semua yang
dicintainya (tanah kelahiran, keluarga dan harta). Akhirnya Allah swt.
pun membebaskan mereka dari segala ketergantungan pada selain-Nya, dan
menjadikan hati mereka suci sehingga merekapun layak untuk mendapatkan
predikat suci, bersih dan jujur. Allah Ta`ala berfirman: “(Juga) bagi
orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari
harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya
dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang
benar.” (QS. Al-Hasyr: 8)
Jadi, seruan yang kami sampaikan kepada penulis dan juga kepada para
pembaca adalah seruan untuk berhijrah menuju Allah swt. pada momentum
tahun baru hijriyah ini. Marilah pada momentum kali ini kita berhijrah
mengikuti komandan kaum Muhajirin, Rasulullah saw., berusaha hidup
seperti kehidupan para sahabatnya yang mampu merubah sejarah dan
menggariskan jalan kemenangan dan kemuliaan melalui darahnya yang suci
dan pengorbanannya yang agung.
Semoga Allah swt. meridhai mereka dan kita semua serta menggumpulkan
kita dengan mereka di surganya yang abadi. Amin. (msa/dakwatuna)