PANCASILA
SEBAGAI IDEOLOGI POLITIK
NAMA
:
1. Fandi
Ahmad C2A012011
Fakultas
Teknik
Jurusan
Teknik Mesin
Universitas
Muhammadiyah Semarang
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
- LATAR
BELAKANG
Kurangnya
pemahaman mengenai nilai-nilai pancasila dalam kehidupan membuat kehidupan
berwarga Negara menjadi senjang. Terutama pemahaman pancasila terhadap kegiatan
berpolitk, politik adalah suatu system yang mengatur structural pemerintah
secara langsung. Kita harus merenungkan kembali bagaimana kita menanamkan
ideology dasar dari tujuan awal bangsa kita, kita harus kembali ke landasan
dasar agar kesejahteraan bangsa tercapai. Politik adalah hal yang harus kita
kritisi dengan bijak, itu adalah suatau hal yang harus kita jalani dengan
aturan ataupun landasan yang jelas utnuk mengarahkan kegiatan politik tersebut.
- TUJUAN
Tujuan
ideologi sebagai etika politik adalah menanamkan nilai-nilai yang terkandung
dalam pancasila kedalam kegiatan berpolitik di bangsa dan Negara terutama
bangsa Indonesia. Seorang politis harus
memiliki landasan dasar untuk menjalankan kegiatan berpolitiknya, salah satu
landasan tersebut adalah “pancasila” pancasila mempunyai aturan-aturan baku
yang harus di taati oleh penduduk Indonesia. Semua kegiatan kenegaraan harus
berlandaskan terhadap nilai-nilai pancasila agar kegiatan berpoltik berjalan
dengan lancar dan aman.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.1. Pengertian Ideologi
Secara etimologi istilah ideologi berasal dari
kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian
dasar, cita-cita, dan logos yang berarti Ilmu dan
kata idea berasal dari bahasa yunani eidos yang
artinya bentuk. Di samping itu ada kata idein yang
artinya melihat. Maka secara harfiah, ideologi adalah ilmu atau
pengertian-pengertian dasar.
Dalam pengertian sehari-hari, ide disamakan
artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita
yang bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap
itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Memang pada hakikatnya,
antara dasar dan cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu kesatuan. Dasar
ditetapkan karena atas dasar landasan, asas atau dasar yang telah ditetapkan
pula. Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang idea-idea,
pengertian dasar, gagasan-gagasan dan cita-cita.
Apabila ditelusuri secara historis istilah
ideologi pertama kali dipakai dan dikemukakan oleh seorang perancis, Destutt de
Tracy, pada tahun 1976. Seperti halnya Leibniz, de Tracy mempunyai cita-cita
untuk membanggun suatu sistem pengetahuan. Apabila Leibniz menyebutkan
impiannya sebagai one great system of trunth dimana tergabung
segala cabang ilmu dan segala kebenaran ilmiah, mak De Tracy menyebutkan ideologie yaitu scieence
of ideas, suatu program yang diharapkan dapat membawa perobahan
Internasional dalam masyarakat perancis. Namun Napoleon mencemoohkannya sebagai
khayalan belaka, yang tidak mempunyai arti praktis. Hal semacam itu hanya
impian belaka yang tidak akan menemukan kenyataan.
Sedangkan secara terminologi, menurut Soerjanto
Poespowardjojo, ideologi adalah suatu pilihan yang jelas dan membawa komitmen
untuk mewujudkannya. Sejalan dengan itu, Sastrapratedja mengemukakan bahwa
ideologi memuat orientasi pada tindakan. Ia merupakan pedoman kegiatan untuk
mewujudkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Persepsi yang menyertai
orientasi, pedoman dan komitmen berperan penting sekali dalam mewarnai sikap
dan tingkah laku ketika melakukan tindakan, kegiatan atau perbuaan dalam rangka
mewujudkan atau merealisasikan nilai-nilai yang terkandung di dalam ideologi
tersebut. Logikanya, suatu ideologi menuntut kepada mereka yang meyakini
kebenarannya untuk memiliki persepsi, sikap dan tingkah laku yang sesuai, wajar
dan sehat tentang dirinya, tidak lebih dan tidak kurang. Karena, melalui itulah
dapat diharapkan akan lahir dan berkembang sikap dan tingkah laku yang pas dan
tepat dalam proses perwujudannya dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Sebagaimana pendapat
yang dikemukakan oleh Sastrapratedja di atas, maka ideologi memiliki
kecenderungan untuk doktriner, terutama karena ia berorientasi pada tindakan
atau perbuatan untuk merealiasikan nilai-nilainya.
Meskipun kecenderungan
doktriner itu tidak selalu bermakna negatif, kemungkinan doktriner itu tidak
selalu bermakna negatif, kemungkinan ke arah itu selalu terbuka. Obsesi atau
komitmen yang berlebihan terhadap ideologi, biasanya merangsang orang untuk
berpersepsi, bersikap dan bertingkah laku sangat doktriner, dan ini jelas
sangat keliru.
A.2. PENGERTAIAN POLITIK
Secara etimologis,
politik berasal dari kata Yunani polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang
menjadi polites yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang
berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan
kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon
politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan
sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti
akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai
kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia
mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih
kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar
menerima pandangannya.
Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai
bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan
orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang
untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara. Dengan demikian
kata politik menunjukkan suatu aspek kehidupan, yaitu kehidupan politik yang
lazim dimaknai sebagai kehidupan yang menyangkut segi-segi kekuasaan dengan
unsur-unsur: negara (state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan
(decision making), kebijakan (policy, beleid), dan pembagian (distribution)
atau alokasi (allocation).
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa
politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik
(atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu
dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan (decision making)
mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi
terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan
yang telah dipilih. Sedangkan untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu
ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut
pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari
sumber-sumber (resources) yang ada.
Untuk bisa berperan aktif
melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan (power) dan
kewenangan (authority) yang akan digunakan baik untuk membina kerjasama maupun
untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara
yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat
paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan
perumusan keinginan (statement of intent) belaka.
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki.
Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di
lingkungan kekuasaannegara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa
negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan
politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan
lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat
(public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik
menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan
kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).
A.3. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa dan
Negara
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar
pada pandangan hidup dan budaya bangsa dan bukannya mengangkat atau mengambil
ideologi dari bangsa lain.
Berbicara mengenai pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang
relevan tentang ideologi yang diperlukan Pancasila tidak dapat dihindarkan.
Oleh sebab itu untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang terbuka, hidup
dan dinamis sangat diperlukan. Hal ini dapat dijadikan sarana dan wacana untuk
memelihara dan memperkuat relevansi Pancasila dari masa ke masa. Singkatnya,
perlu ada semacam interaksi antara ideologi dengan realita masyarakat.
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan
negara Indonesia, bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan
oleh seseorang sebagai mana yang terjadi pada ideologi-ideologilain di dunia,
namun terbentuknya pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah
bangsa Indonesia.
Secara kualitas pancasila sebelum di
syahkan menjadi dasar filsafat negara lain-lainnya telah ada dan berasal dari
bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan dan
nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri negara Indonesia menggangkat
nilai-nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah mufakat berdasarkan moral
yang luhur, antara lain sidang-sidang BPUPKI pertama, sidang panitai sembilan
yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang memuat panccasila yang pertama
sekali, kemudian dibahas lagi dalam sidang BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan
Indonesia sebelum sidang resmi PPKI Pancasila sebagai calon dasar filsafat
negara dibahas serta disempurnakan kembali ahirnya pada tanggal 18 agustus 1945
disyahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat negara republik Indonesia.
A.4.
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI POLITIK
Pancasila sebagai ideology politik adalah
suatu system yang mnegharuskan pelaku politik ataupun aturan politik yang
berlandaskan pancasila. Pancasila memiliki nilai-nilai luhur yang di tetapkan
pendahulu kita sebagai landasan ideology negara. Begitu juga dengan politik, politik harus memiliki aturan sebagai
acuan dasar kegiatan perilaku dan pemikiran yang akan di laksanakan.
Poloitik adalah suatu system
pemerintahan yang mengatur segala structural di dalamnya. Dalam membuat
kebijakan politik haarus ada aturan yang mengatur hal tersebut supaya selalu
dalam jalur yang telah di tentukan.
BAB
III
PENUTUP
- KESIMPULAN
Jadi pancasila sebagai ideology politik bertujuan
untuk mengingatkan kembali pentingnya landasan dasar yang jelas dan baik guna
menuntun kegiatan politik agar selalu pada jalan yang berkepentingan untuk
rakyat.
Seluruh kegiatan yang di lakukan di Negara Indonesia
harus memiliki landasan sebagai acuan awal yang harus di ketahui.
- SARAN
Landasan aturan politik atupun yang sering kita
sebut dengan sebagai ideology berpolitik sebenarnya sudah jelas, yaitu
pancasila. Tergantung sekarang bagaimana pelaku poltik menanggapi dan
menjalankan kegiatan mereka dengan berlandaskan pancasila.
Seorang pelak politik harus bias mengartikan da
memahami nilai-nilai pancasila sebagai ideology yang baku bagi kegiatan
berpoltik di Indonesia
DAFTAR
PUSTAKA